Sejarah Prestasi Bulutangkis Indonesia di Olimpiade – Tak bisa dipungkiri, bulutangkis atau badminton adalah salah satu cabang olah raga paling populer dan digemari orang Indonesia. Kamu tentu masih mengingat tahun 2016 lalu, ketika masyarakat Indonesia tumpah ruah menyambut kepulangan peraih emas Olimpiade Rio pada nomor ganda campuran, Tontowi Ahmad dan Lilyana Natsir.

Torehan ini cukup monumental dan sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, selain menjadi satu-satunya medali emas yang berhasil disumbangkan kontingen Indonesia. Lebih dari itu, kemenangan Owi dan Butet – panggilan kedua atlet tersebut – juga menandai kebangkitan bulutangkis Indonesia di kancah dunia. Maklum, di Olimpiade London 4 tahun lalu, cabang bulutangkis memang gagal mempersembahkan medali. nexus slot

Sejarah Prestasi Bulutangkis Indonesia di Olimpiade

Sebenarnya, prestasi-prestasi atlet bulutangkis Indonesia kiranya bukan hanya di gelaran Olimpiade. Pada masa jayanya, turnamen-turnamen bergengsi dan world series berhasil di sapu bersih, mulai dari All England, Thomas & Uber Cup, hingga Asian Games. Saking banyaknya prestasi yang diraih pebulutangkis Indonesia ini, satu artikel tentu tak akan cukup untuk menyebutkannya satu per satu. www.mrchensjackson.com

Indonesia termasuk negara papan atas dunia dalam olahraga badminton. Dari generasi ke generasi, selalu lahir pebulutangkis Indonesia yang mencatatkan prestasi, termasuk mencetak sejarah dengan mendapat sepasang medali emas di Olimpiade 1992. Dikutip dari SportShow, bulu tangkis saat ini berada di peringkat ke-16 sebagai olahraga paling digemari di seluruh dunia.

Badminton memang belum sepopuler sepakbola, basket, atau tinju, namun perkembangan olahraga tepuk bulu ini cukup pesat dan mulai dikenal lebih banyak orang. Buktinya, negara-negara yang sebelumnya tak menjadi jagoan di turnamen bulu tangkis internasional mulai menunjukkan peningkatan signifikan, misalnya Inggris, Jepang, India, atau Thailand.

Selama ini, badminton lebih dikuasai oleh Cina, Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, dan Denmark. Indonesia memiliki rentetan catatan emas dalam sejarah bulu tangkis yang kini salah satunya sedang dipegang oleh ganda putra nomor satu dunia, Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon.

Sejarah Bulu Tangkis

Komponen penting dalam olahraga bulu tangkis adalah raket, shuttlecock (kok), net, dan lapangan untuk area pertandingan. Tetapi, badminton pada zaman awal dahulu masih menggunakan peralatan yang belum seperti saat ini. Bulu tangkis rupanya sudah berusia sangat lama dan mempunyai akar di beberapa peradaban lama, misalnya Yunani Kuno, Mesir Kuno, hingga Cina sejak Sebelum Masehi.

Di Cina zaman dulu, contohnya, ada permainan bernama jianzi, menggunakan shuttlecock sederhana tapi punya cara bermain berbeda dari badminton. Dalam jianzi, pemain akan menahan shuttlecock selama mungkin di udara dengan menggunakan kaki. Sedangkan berdasarkan catatan Bernard Adams dalam The Badminton Story (1980), bulu tangkis awalnya berkembang di India pada abad ke-17. Ketika itu, permainan ini yang dikenal dengan sebutan battledore.

Cara memainkannya yakni, dua orang bertanding memukul buntalan wol sebagai shuttlecock menggunakan tongkat sederhana sebagai raket dan berusaha supaya buntalan wol itu tak jatuh ke tanah. Di abad ke-18 M, battledore mengalami perkembangan ketika Inggris menduduki India, yang oleh warga setempat dinamai poona. Poona berasal dari kata Pune, salah satu kota di India yang dipercaya menjadi tempat awal permainan tersebut.

Era Badminton Modern

Orang-orang Inggris yang pernah tinggal di India lalu membawa permainan ini ke negara mereka. Poona akhirnya berkembang dan menjadi sangat populer di Britania pada pertengahan abad ke-19. Di Inggris ketika itu, poona biasa dimainkan di Badminton House yang bertempat di Gloucestershire.

Badminton Hoise merupakan kediaman Duke of Beaufort dan keturunannya. Dari sinilah nama badminton dicetuskan untuk menamai permainan yang awalnya bernama poona atau battledore itu. Pada awal 1860, dikutip dari buku A Brief History of Badminton from 1870 to 1949 (2016) buatan Betty Uber, seorang pengusaha mainan dari London bernama Isaac Spratt membagikan pamflet yang bertuliskan “Badminton Battledore: A New Game”.

Pada selebarannya itu, Spratt menyertakan rumusannya mengenai tata cara bermain bulu tangkis dan segenap aturannya. Regulasi baru ini berbeda dari aturan lama yang diterapkan pada permainan poona ataupun battledore. Artikel dalam majalah The Cornhill Magazine terbitan tahun 1863 menunjukkan bulu tangkis sebagai “permainan battledore yang dimainkan dengan dua sisi, yang terpisah dengan pembatas setinggi lima kaki dari permukaan tanah.” Dari sinilah era badminton modern dimulai.

Dari IBF Menjadi BWF

Turnamen bulu tangkis terbuka pertama di dunia diselenggarakan pada 1898 di Guildford, Inggris. Ajang ini rupanya digemari dan diadakan lagi dengan konsep yang lebih besar pada 1899 di London’s Holticultural Halls dengan sebutan All England.

Hingga sekarang, All England termasuk turnamen bulu tangkis paling besar di dunia. Tapi, saat itu belum ada organisasi yang mengelola olahraga tepuk bulu dalam konteks internasional. Maka, seperti ditulis Pratibha Mittal dalam Badminton: Rules and Regulations (2015), pada 1934 berdirilah International Badminton Federation (IBF) sebagai induk olahraga bulu tangkis dunia.

Anggota perintis IBF ada 9 negara, yakni Kanada, Denmark, Perancis, Belanda, Inggris, Selandia Baru, Irlandia, Skotlandia, dan Wales. Sedangkan Amerika Serikat bergabung 4 tahun setelahnya. Indonesia ketika itu belum merdeka dan masih menjadi koloni Belanda dengan sebutan Nederland Indie atau Hindia Belanda. Dalam Kongres Luar Biasa pada 24 September 2006 di Madrid, Spanyol, dinyatakan bahwa IBF berubah nama menjadi Badminton World Federation (BWF) dengan jumlah anggota sejumlah 176 negara.

Sejarah Prestasi Bulutangkis Indonesia di Olimpiade

Emas RI di Olimpiade

Badminton pernah dipertandingkan menjadi cabang olahraga percobaan di Olimpiade Munich (Jerman) pada 1972. Indonesia dapat meraih dua medali emas dari Rudy Hartono (tunggal putra) dan pasangan Ade Chandra/Christian Hadinata (ganda putra). Bulu tangkis akhirnya menjadi salah satu cabang olahraga resmi Olimpiade pada 1992 di Barcelona, Spanyol.

Pada kesempatan pertama tersebut, Indonesia berhasil mengawinkan dua medali emas dari nomor tunggal putra dan putri melalui Alan Budikusuma dan Susi Susanti. Selain itu, medali perak direbut oleh Ardy B. Wiranata dari nomor tunggal putra juga pasangan Eddy Hartono/Rudy Gunawan dari nomor ganda putra.

Tunggal putra lainnya, Hermawan Susanto, membawa pulang medali perunggu. Selama gelaran Olimpiade sejak 1992 sampai 2016, Indonesia cuma gagal mendapatkan medali emas pada 2012 di London. Selebihnya, medali emas selalu mampu dibawa pulang ke tanah air. Para peraih medali emas Olimpade untuk Indonesia itu antara lain Rexy Mainaky/Ricky Subagja (1996) dan Tony Gunawan/Candra Wijaya (2000) dari nomor ganda putra. Lalu Taufik Hidayat (2004) dari nomor tunggal putra.

Ganda putra Indonesia kembali mendapatkan medali emas melalui Hendra Setiawan/Markis Kido (2008). Sempat gagal di London pada 2012, Indonesia meraih medali emas lagi di Olimpiade 2016 Rio de Janeiro melalui ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Total, sejak Olimpiade 1992, Indonesia mendapatkan 19 medali dari pesta olahraga terbesar dunia tersebut, itu belum termasuk medali yang diperoleh pada Olimpade 1972 lantaran tak dihitung secara resmi.